Materi Ajar
Hari/Tanggal : Rabu, 19 Agustus 2020
Tema 2 : Persatuan Dalam Perbedaan
Sub Tema 1 : Rukun Dalam Perbedaan
Pembelajaran :2
Materi Ajar : Tematik ( PPKn dan SBdP)
Sebelum
belajar T2 ST 1 Pembelajaran 2, terlebih dahulu kalian akan mengerjakan
Penilaian Harian ke-3. Yang perlu diperhatikan saat mengerjakan PH
adalah mengisi biodata lengkap ( nama, kelas, dan absen ) dan benar.
Di bawah ini link PH ke-3
Bacalah bismillah sebelum mengerjakan Penilaian Harian.
1. PPKn KLIK DISINI
2. Bahasa Indonesia KLIK DISINI
3. IPA KLIK DISINI
4. IPS KLIK DISINI
5. SBdP KLIK DISINI
Setelah mengerjakan Penilaian Harian ke-3, sekarang kita masuk ke pembelajaran T2 ST1 PB2.
Pelangi
indah karena warna yang berbeda-beda. Hidup berbangsa dan bertanah air
indah jika kita hidup rukun walaupun berbeda-beda.
Ayo Mengamati
Bacalah teks berikut!
Perbedaan yang Menguatkan
Kampung
Cempaka adalah sebuah kampung transmigran. Warganya berasal dari
berbagai daerah padat di Pulau Jawa. Hal itu menjadikan mereka berbeda
suku maupun agama.
Di Kampung Cempaka, hiduplah
lima orang sahabat. Ada Asnah yang berdarah Sunda, Utami dari
Banyuwangi, Toni, seorang anak etnis Tionghoa yang sebelumnya tinggal di
Semarang, Wande dari suku Tengger di Jawa Timur, dan Marta, anak
seorang pendeta yang dahulu tinggal di Solo. Di Kampung Cempaka, rumah
mereka bersebelahan dan mereka pergi ke sekolah yang sama. Itu sebabnya
mereka sangat akrab. Mereka suka bermain bersama dan sering menghabiskan
waktu di rumah satu sama lain.
Meskipun
berbeda suku, kebersamaan begitu kental terlihat dalam keseharian
mereka. Bersama anak-anak lain di Kampung Cempaka, mereka setiap akhir
minggu berkumpul di balai utama kampung. Biasanya, selain berolahraga
bersama, mereka juga kerap berkeliling ke rumah warga, membantu
melakukan apa saja yang dibutuhkan warga.
Kadang-kadang
mereka membantu warga lanjut usia, sekadar membereskan rumah atau
menyiapkan makanan. Sesekali mereka juga membantu orang tua yang sedang
bekerja bakti membersihkan lingkungan. Dari Toni, mereka belajar menari
Barongsai. Lalu mereka ajarkan tarian itu kepada anak-anak sekampung.
Sementara itu, setiap tiba saat panen, Wande dan keluarganya akan sibuk
memimpin warga membuat Tumpeng Gede, yaitu nasi khas dari daerah Tengger
yang dibuat untuk mensyukuri berkah Tuhan dalam wujud panen raya.
Sikap
toleransi yang ditunjukkan kelima sahabat itu memang sekadar berupa
hal-hal kecil. Hal kecil dalam keseharian itulah yang mencerminkan
kehidupan Bhinneka Tunggal Ika di Kampung Cempaka yang kaya akan
perbedaan. Mereka hidup damai berdampingan dan tulus saling menjaga.
Perbedaan tidak menghalangi persatuan. Dengan bersatu, kita dapat melakukan banyak hal.
Hidup
rukun dapat kita jumpai di mana saja. Hidup rukun juga dapat kita lihat
dalam kehidupan di sekitar kita misalnya saja di sekolah. Dalam satu
kelas siswa memiliki latar yang berbeda-beda baik latar budaya maupun
latar agama. Seperti yang terjadi di kelasku saat ini. Dari semua siswa
dikelasku ternyata berasal dari daerah yang berbeda beda. Wawan berasal
dari Jawa Barat, Albert berasal dari Maluku, Edison Manurung bersal dari
Sumatera Utara.
Asal daerah juga berpengaruh
terhadap agama yang mereka anut seperti disebutkan dii atas Wawan
beragama Islam, Albet beragama Kristen, dan Edison beragama Katholik.
Namun perbedaan yang ada tidak menghalangi kami untuk selalu bekerjasama
dan saling membantu. Misalnya saja saat mendapat tugas kelompok kami
dapat bekerja sama dengan baik. Dalam segala kegiatan kami selalu
bekerjasama.
Dengan hidup rukun ternyata kita
mendapatkan banyak manfaat. Beberapa manfaat yang kita peroleh
diantaranya adalah komunikasi menjadi semakin baik sehingga menciptakan
persatuan dan jesatuan. Kerukunan juga menambah teman dan menciptakan
keharmonisan dalam bermasyarakat. Hidup rukun sangat bermanfaat dalam
hidup bermasyarakat.
Ayo Berkreasi
Bacalah teks berikut dalam hati!
Lego-Lego, Tari Adat Alor Bermakna Persatuan
Tarian
adat adalah salah satu kekayaan budaya yang disampaikan secara
turun-temurun dari nenek moyang. Tarian adat kerap memiliki pesan dan
makna yang luhur. Salah satunya ada pada tari Lego-lego dari Kabupaten
Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tarian ini
ditujukan untuk mengajak masyarakatnya bersatu membangun kampung dan
negeri. Pada masing-masing kawasan di Kabupaten Alor terdapat gaya tari
dan nyanyian yang berbeda-beda, namun formasinya tetap sama, yakni
lingkaran. Masing-masing nyayian dan pantun yang diungkapkan saat
menari, memiliki arti serta harapan yang berbeda-beda. Beberapa
literatur menyatakan bahwa tarian ini sempat menjadi perang. Sekarang
tarian ini lebih sering digunakan untuk menyambut tamu.
Tamu
disambut oleh masyarakat yang dituakan, lalu diajak menuju sebuah pohon
besar yang rindang, dengan beberapa warga perempuan yang berpegangan
tangan mengelilingi pohon. Tamu dipersilakan untuk ikut serta dalam
tarian tersebut. Dengan gerakan kaki yang diatur sedemikian rupa, penari
akan bergerak mengitari pohon. Pasa saat yang sama, sirih pinang dan
minuman sopi ditawarkan. Gerakan kaki dan nyayian di masing-masing
daerah bisa saja berbeda, namun bentuk formasi lingkaran dan komponen
tradisional lainnya tetap sama.
Di dalam
lingkaran, ada tiga lelaki yang memiliki tugas berbeda. Ada pemukul gong
yang nadanya akan digunakan untuk menghitung langkah penari, kemudian
ada seorang lelaki yang bernyanyi sekaligus mengucapkan pantun, dan
seorang lagi bertugas membagikan sirih pinang serta minuman sopi.
Selain
menjadi identitas setiap suku, tarian ini menjadi salah satu identitas
pemersatu masyarakat Alor yang punya mimpi agar masyarakat dan pendatang
terus bersatu membangun kampung serta negeri.
Setiap
tari tradisional terdiri atas penari yang melakukan tarian secara
perorangan, berpasangan, atau berkelompok. Kegiatan menari lebih dari
satu orang apalagi berkelompok dalam jumlah yang cukup besar membutuhkan
kekompakan.
Posisi dalam menari perlu
diperhatikan oleh seorang penari. Pengaturan posisi ini disebut dengan
pola lantai. Seorang penari harus memperhatikan perpindahan, pergerakan,
dan pergeseran posisi saat menari. Pola lantai adalah pola denah yang
harus dikuasai oleh seorang penari dan berfungsi untuk membuat posisi
dalam sebuah ruang gerak.
Perhatikan jenis pola lantai berikut!
Pola Lantai Vertikal (Lurus)
Tari
klasik banyak menggunakan pola lantai vertikal. Penari membentuk garis
vertikal, yaitu garis lurus dari depan ke belakang atau sebaliknya. Pola
lantai ini memberikan kesan sederhana, tetapi kuat. Contoh tari dengan
pola lantai lurus adalah Tari Yospan, Papua Tari Serimpi, Jawa Tengah
Tari Baris Cengkedan, Bali.
Pola Lantai Diagonal
Penari
berbaris membentuk garis menyudut ke kanan atau ke kiri. Contoh tari
dengan pola lantai diagonal adalah Tari Gending Sriwijaya, Sumatra
Selatan.
Pola Lantai Garis Melengkung
Penari
membentuk garis lingkaran. Tari rakyat dan tari tradisional banyak
menggunakan pola ini. Pola lantai ini memberi kesan lemah dan lembut.
Contoh tari dengan pola lantai melengkung adalah Tari Ma’badong, Toraja,
Sulawesi Selatan dan Tari Randai, Sumatra Barat
Nama Tarian | Asal Daerah | Jenis Pola Lantai |
---|---|---|
Tari Piring | Sumatera Barat |
Garis Melengkung
|
Tari Saman | NAD | Garis Lurus |
Tari Gending Sriwijaya | Sumatera Selatan | Diagonal |
Tari Pendet | Bali | Garis Melengkung |
Tari Kecak | Bali | Garis Melengkung |
Tari Seudati | NAD | Garis Lurus |
Tari Sekapur Sirih | Jambi | Diagonal |
Tari Tayub | Jawa Barat | Garis Lurus |
Tari Gandrung Banyuwangi | Jawa Timur |
Garis Lurus
|
Joged Bumbung | Bali | Garis Lurus |
Tari Gareng Lamen | NTT | Gari Lurus |
Tari Badong Toraja | Sulawesi Selatan |
Garis Lurus
|
Tari Randai | Sumatera Barat |
Garis Melengkung
|
Tari Baris Gede | Bali |
Garis Lurus
|
Tarian Perang | NTT | Garis Lurus |
Tari Remo | Jawa Timur | Diagonal |
Tari Yospan | Papua |
Garis Lurus
|
Tari Rejang Dewa | Bali |
Garis Lurus dan Melengkung
|
Tari Lengger Banyumas | Jawa Tengah |
Garis Lurus
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar